Sebagai orang beriman kita percaya bahwa Allah SWT tidak akan membebani seseorang dengan ujian di luar kemampuannya. Jadi setiap kita ditimpa tubuh yang sakit, kehilangan orang yang dicintai, sempitnya rezeki, dan sebagainya semuanya adalah ujian yang pasti tidak akan diberikan Allah SWT di atas kemampuan manusia. Karena itulah bila ujian menimpa manusia
yang beriman tidak perlu menghadapinya dengan gelisah, was-was, cemas, dan prilaku negatif lainnya. Itu tandanya Allah SWT akan menaikkan kelas kita di antara manusia. Mungkin dari dulunya termasuk kelas manusia beragama Islam naik tingkat menjadi manusia beriman atau naik kelas menjadi manusia yang bertaqwa.
Ujian Nasional merupakan ujian yang berasal dari manusia. Manusia itu mulai dari anggota DPR yang menyususn UU Sistem Pendidikan Nasional, presiden, menteri pendidikan sampai pada guru-guru di kelas. Sebagai manusia tentu mereka-mereka tersebut bersifat khilaf. Begitu juga ketika mereka memberikan ujian-ujian tentu tidak sama dengan ujian-ujian yang diberikan Allah SWT. Manusia tidak akan pasti tahu batas-batas kemampuan manusia lainya dalam hal ini pelajar. Dan kurang eloklah sesama manusia menciptakan ujian terhadap sesama manusia, yang mengakibatkan munculnya kasus bunuh diri karena gagal UN, membeli secara haram bocoran jawaban UN, dan pakai dukun agar sukses UN.
Karena itulah pelajar, khususnya Remaja Masjid harus, mau tak mau, berjihad menghadapi ujian. Tak hanya dalam menghadapi UN, menuntut ilmu bagi Remaja Masjid merupakan suatu jihad di jalan Allah. Balasan bagi orang yang berjihad adalah syurga dengan bidadarinya. Lolos UN bagi Remaja Masjid merupakan bukan prioritas utama untuk datang ke sekolah. Prioritas utama Remaja Masjid ke sekolah adalah untuk mencari ilmu karena Allah. Bukan karena ingin sukses UN, bukan karena mencari kemasyuran dengan dapat juara umum ataupun karena keinginan masuk keperguruan tinggi tertentu. Sebab bila seorang muslim mencari ilmu bukan karena Allah balasannya adalah tempat tinggal di neraka. Ini sesuai denganhadits Nabi SAW.
Jika orang lain mencari ilmu karena kepentingan dunia, maka Remaja Masjid mencari ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab dengan keyakinan seperti inilah seorang muslim akan diberi hidayah dan kekuatan oleh Allah SWT. Jika Allah SWT telah menolong hambanya maka tidak ada satupun yang dikhawatirkan dalam menuntut ilmu. (bersambung)
Urang Niniak di Antara Islam dan Adat
Di Nagari Taluak ada beberapa tingkatan golongan dalam masyarakat adat, yang disebut juga dengan istilah kamanakan. Ada kamanakan bawah daguak, kamanakan bawah dado, dan ada kamanakan bawah lutuik. Yang dibahas di sini adalah kamanakan bawah lutuik yang selanjutnya di tulis dengan urang niniak.
Urang niniak adalah suatu golongan masyarakat yang datang ke nagari Taluk lalu mengaku mamak pada seorang datuk/mamak. Selanjutnya mamak akan memberikan tanah untuk mendirikan rumah kepada kamanakan barunya, dan juga sawah ladang sebagai lahan penghidupan. Sebagai konsekuensinya urang niniak beserta keturunan-keturunanya akan menjadi pesuruh dari pihak datuk yang juga beserta keturunan-keturunannya yang telah menerima mereka. Manjapuik nan jauh, manjinjiang nan ringan, manjunjuang nan barek, begitulah pendek katanya.
Selain itu terhadap salingka nagari, terjadinya pengakuan mamak tadi mengakibatkan terbatasnya hak-hak tertentu bagi urang niniak. Seperti dalam perkawinan. Urang niniak hanya boleh nikah hanya dengan sesama urang niniak. Merupakan aib besar bagi seorang datuk atau pemangku adat bila ada anak kemanakan dekatnya kawin dengan urang niniak.
Efek Diskriminasi Terhadap Urang Niniak
Kata para pujangga cinta tak diundang datangnya. Masuk ke dalam hati tidak berpintu. Jika berusaha dilupakan malah tambah ingat. Kalau dibiarkan mendatangkan kerinduan. Kalau begitu bagaimana jadinya kalau cinta bersemi antara muda-mudi yang berbeda, yang laki-laki urang ninik, yang wanita urang mamak atau sebaliknya. Tentu runyam.
Dari realita yang ada, baik laki-laki maupun perempuan dari urang niniaklah yang banyak menanggung penderitaan dari tradisi lama. Pertama mental inperiol, perasaan rendah yang menyelimuti jiwa sehingga mengusik dalam pergaulan. Keadaan tersebut membuat jiwa tertekan dan jiwa yang tertekan akan mengeluarkan prilaku yang agresif. Selanjutnya mereka-mereka yang berjiwa yang inferiol membutuhkan perhatian dan cinta yang berlebihan terutama dari lawan jenis. Jika tidak ada didikan agama yang memadai dari rumah, maka dapat mengakibatkan terjerumusnya pemuda-pemudi ke dalam pergaulan bebas dan terjadilah marriage by accident.
Dan di sini ada sedikit agak kurang ajar bila seseorang pemuda dari urang niniak merasa bangga dan puas jika berhasil memacari lalu jika dilarang membawa kabur dan bahkan sampai menghamili wanita dari urang mamak. Dan bagi mamak yang mempunyai kemanakan yang telah dibawa kabur atau dihamili tersebut merupakan suatu aib yang sangat besar bagi mereka. Ada juga terjadi seorang gadis dari urang niniak terlanjur dihamili oleh pemuda dari urang mamak, terpaksa menggugurkan kandungannya kerena sang pemuda lebih memilih statusnya dalam adat dari pada berkorban untuk cinta.
Perang Padri
Beberapa buku tambo sejarah Minangkabau, khususnya yang berkisah tentang kondisi Minangkabau dalam penjajahan Belanda, dicatatlah bahwa Belanda telah menghapus diskriminasi terhadap manusia terutama berbentuk kasta, penggolongan masyarakat peninggalan hindu, di Minangkabau. Diceritan bahwa Belanda telahmemerdekakan urang niniak, atau bahasa lainnya hamba sahaya disejumlah nagari dengan upacara pemotongan kerbau. Betulkah demikian?
Semua cerita di atas bohong semua. Salah satu penyebab meletusnya perang saudara, sebelum perang padri, antara golonganm hitam dari pihak adat dengan golongan putih dari pihak padri adalah masalah penghapusan kasta. Kaum padri, bukan kaum agama sebab beberapa golongan dalam Islam tetap mendukukung sistem kasta, seperti golongan tarekat syatariah yang ada di Taluk, berdasarkan Alguran dan Hadis yang menghendaki persamaan manusia, menentang kaum adat dan pihak ulama yang tetap mempertahankan sistem kasta. Ditambah pertentangan yang lain, datuk yang memiliki banyak istri menjadi kebanggaan bagi kampungnya, kebiasaan tahyul, bidah dan khurafat telah membuat perang saudara pecah.
Akibatnya sampai sekarang tidak ditemui urang niniak di Pagaruyung, sebagai pusat pemerintahan Minangkabau. Sebelumnya gologan putih telah berhasil membunuh seluruh anggota kerajaan Pagaruyung. Alhasil, yang menghapus sistem kasta di Minangkau adalah kaum padri. Sedangkan Belanda malah mnciptakan diskriminasi dalam bentuk lain. Dimana orang-orang cina diberi izin berdagang ekspor dan impor sedangkan orang pribumi tidak. Orang cina diberi kesempatan sekolah tinggi-tinggi orang pribumi tidak. Sayangnya bagian ini tidak tertulis dalam buku-buku sekolah tentang pelajaran sejarah Minagkabau.
Bagaimana dengan Nagari Taluk
Nagari Taluk, beserta Nagari Tigo Jangko, Pangian, dan Buo, menganut sistem pemerintahan Datuk Parpatiah nan Sabatang. Sistem adat Datuk Parpatiah nan Sabatang menganut falsafah mambusek dari bumi. Artinya masyarakat adat Datuk Parpatiah menganut sstem kemasyarakatan yang demokrasi. Itu berarti semua orang sama dalam hukum nagari. Sehingga menjadi suatu kejanggalan bila Nagari Taluk, yang menganut adat Datuk Parpatiah masih memiliki yang namanya kamanakan bawah lutuik.
Ada suatu kejadian tentang seorang pemuda dari urang niniak. Pemuda dalam cerita ini telah telah menyelesaikan pendidikan S2-nya (Sungai Sariak bukan Strata 2) menjadi Bilal pada suatu masjid yang ada di Taluk. Tidak lama dia memegang jabatan bilal masjid karena ada masyarakat yang protes. Lalu posisi pengumandang azhan di masjid tadi dipegang oleh seseorang dari urang mamak. Sejak itu urang mamak tadi mendapat julukan baru angku bilal suatu gelar yang masih bergengsi di Taluk apalagi di depannya ada gelar angku.
Aneh rasanya jika kita membaca sejarah tentang bilal. Gelar bilal diambil dari nama Bilal Bin Raba’, mantan hamba sahaya berkulit hitam pekat yang merupakan salah seorang sahabat Nabi SAW yang utama. Bilal bin Raba’ merupakan petugas azhan disaat Nabi SAW hidup. Untuk menyatakan tidak adanya kasta dalam Islam, Nabi SAW sewaktu penaklukan Kota Mekkah memerintahkan Bilal, seorang mantan budak untuk mengumandangkan azhan di atas atap ka’bah. Padahal dalam adat jahiliah pada waktu itu hanya petinggi-petinggi arab yang boleh naik ke atas atap ka’bah.
Cara lain Islam menghilangkan budak adalah menjadikan pemerdekaan budak untuk menembus suatu dosa, seperti membunuh seorang muslim tidak disengaja, melakukanhubungan suami-istri ketika hajji dan sebagainya. Malah ada ulama yang berpendapat bahwa salah satu perjuangan Nabi SAW yang tidak tercapai adalah penghapusan budak. Sebab jika ini diberlakukan pada masa Rasulullah hidup akan terjadi PHK besar-besaran. Banyak pengangguran dan orang-orang yang tidak punya tempat tinggal. Kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya kekacauan dan kriminalitas di bumi Arab pada awktu itu.
Sesungguhnya sejak terdengarnya kumandang azhan di suatu tempat di muka bumiAllah, termasuk di Taluk, urang niniak sudak tidak ada lagi.o
Pagi itu matahari mulai beranjak naik. Salmi kembali menulusuri tepian telaga, seperti waktu-waku dulu. Waktu Salmi menyulusuri tepian telaga sepulang sekolah bersama Salman. “Oi Salmi baa kaba?”, ada suara dari belakang. Sekejap Salmi menoleh. Rupanya Salman
sahabat kecilnya. Mereka bersalaman
dan kemudian saling berangkulan. Mata keduanya berkaca-kaca. Ada rasa haru yang teramat sangat ketika kedua sahabat yang telah lama tidak berjumpa ini bertemu kembali.
“Dari mana kamu?”, Tanya Salmi. “Biasalah, dari kuburan malam tadi ada tahlilan lalu pagi ini berdoa di kuburan lalu makan-makan”. Salman menjawab lalu bertanya, “Eh, Den baru sudah makan ado rokok ndak?”. Sambil tersenyum Salmi menjwab, “Ang kan tahu, sajak kuliah dulu Den idak marokok. Wakotu tu fatwa ulama mengecean rokok tu makhru. Tapi kini alah manjadi haram tambah idak marokok jadinyo den”. Salman mendegar sambil nyengir.
“Biasonyo kito mengecek dari HP ka HP. Kini den lah punyo Fecebook. Lai punyo Facebook ang?”. Tanya Salmi. Dengan wajah kebingungan Salman menjawab, “Face book. Face tu wajah book tu buku. Jadi maksud ang muko di sampul buku. Eh eh bilo loh dek ang ko aden yang tamatan sungai sariak ko kan manulis buku”. “Eh eh Salman Salman”, jawab Salmi sambil tertawa kecil. Merekapun mulai terlibat perbincangan yang panjang sambil diselang-selangi oleh canda tawa.Ada saja yang mereka bicarakan. Apakah itu tentang harga karet, musim panen padi hingga sampah seperti botol minuman keras dan kondom yang mudah di temui di tepi telaga.
***
Teringat Salmi beberapa tahun yang lalu setelah tamat mengaji di Sungai Sariak dia terperangkap di antara dua pilihan. Mengikuti perintah mamaknya, Datuk Palito Nagari, yang meminta kesediaannya memangku gala malin untuk sukunya, atau mengikuti naruninya memperdalam ilmu agama di universitas Islam. “kalau ang indak namuah menyandang gala Angku Kapalo Koto Batuah, gala tu tapaso den agian ka Salman, saudara sepupu waang tu”. Datuk Palito Nagari berkata dengan nada tinggi. Salman menjawab dengan nada agak tertahan. “Bukan awak indak namuak mak, tapi ambo raso ilmu agama ambo alun sabara lai”. “Lai jaleh dek ang. Untuk manjadi malin tu dak paralo ang batitel bagai, pandai mambawon sumbayang, mangurus mayat, mangantang padi zakat, dan mangajian urang mati lah cukuik tu mah”. Datuk Palito Nagari memotong kata-kata Salmi. “Tapi manuruik Ambo Mak, itu alun cukuik. Agama bukan sekedar untuk itu. Agama tu untuk mangatur sagalo urusan manusia bahkan Islam tu sabagai rahmatan lil alamin”. Salmi kembali melanjutkan bicaranya. Dengan nada yang ditinggikan lagi Datuk Palito Nagari berkata, “Alah, alah tu Salmi. Alah jaleh dek den makasuak ang tu. Artinyo harapan den la Ang sio-siokan. Tapaso gala Angku Kapalo Koto Batuah dibawoan dek Salman. Den pulang lai. Kecean ka amak Waang, assalamualikum’. “Waalaikumsalam”. Balas Salmi.
Sejak kejadian itu Datuk Palito Nagari jarang sekali bertamu ke rumah Salmi, untuk bertemu dengan adiknya, Ibu Salmi dan kemanakannya. Hanya sekali-kali saja ketika anjing perburuannya sakit untuk disuntik oleh ayah Salmi yang seorang mentari hewan. Atau ketika anjing perburuan kesayangannya itu perlu diberi obat penambah stamina. Semenjak itu pulalah Salmi tidak diminta lagi oleh Datuk Palito Nagari untuk membawakan doa dalam hajatan kampung, imam shalat tarawih dan memberikan ceramah sebelum shalat tarawih dimulai.
* * *
Dua tahun sudah waktu sudah di lalui Salmi menuntut ilmu agama di universitas Islam. Dua tahun pulalah Salman manyandang gala malin Angku Kapalo Koto Batuah. Pada tahun kedua itulah hubungan Salmi dan Salman mulai retak yang akhirnya untung utuh kembali ketika Salman membantu Salmi untuk suksesnya pernikahan Salmi dengan gadis Riau, Siti Nurfaizah, pujaan hati Salmi di kampus.
Waktu itu malam sudah larut di Surau Serawang Tuo. Mereka hanya berdua, teman-teman mereka yang lain belum juga ingin tidur. Mereka masih hanyut dalam permainan kartu koa, domino, dan cerita sinetron. “Salman, jangan kamu berpegang teguh juga pada ajaran-ajaran guru kita yang disurau dulu. Berdoa pakai kemenyan, bertahlil yang akhirnya menyusahkan orang yang kemalangan, meniliak bulan, dan tidak percaya bumi ini bulat”. Ajak Salmi kepada salman. “Ah itu sudah tradisi kita di kampung ini. Apa tradisi yang diajarkan oleh guru-guru itu yang kita pakai. Jika tradisi itu salah guru yang akan memikul dosa kita nantinya’. Salman mencoba memotong bicara Salmi. “Tapi bukan itu saja, Man. Kamu lihat dalan Kitab Suci surat Annisa ayat 100, Allah berfirman; ”Barang siapa berhijrah di jalan Allah, akan mendapati bumi Allah yang luas dan rezki yang banyak”. Kamu perhatikanlah beberapa orang senior-senior kita telah hijrah, setamat di surau mereka melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, mereka tidak lagi memakai paham tua lagi. Kini mereka telah berhasil menjadi PNS ataupun menjadi pengusaha. Coba bandingkan dengan malin-malin yang masih berpegah teguh kepada paham tua. Ekonomi mereka belum bisa menyejahterakan meraka. Mana mungkin mereka dapat menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi untuk memenuhi tuntutan zaman”. “betul betul betul” sambung Salman sambil mempermaian asap rokoknya membentuk huruf ‘O’, ‘Tapi mereka dengan ilmunya tidak terpakai di nagari ini. Lebih dari itu tidak ada orangtua yg mau mengambil mereka sebagai menantu”.
“Justru itu Man”, Salmi mencoba membela pendapatnya yang juga kelihatan sudah mulai terbawa emosi, “kamu perhatikan berapa luas nagari ini dibandingkan luas daerah yang dapat menerima kehadiran mereka. Mulai dari nagari tetangga, sekecamatan ini, Batusangkar, Payakumbuh, Kota Padang dan wilayah lainnya dapat menerima meraka sebagai khatib dan iman shalat. Selebihnya mereka dapat diterima menjadi guru agama di sekolah-sekolah milik negara. Itu berarti ilmu mereka diterima negara. Bandingkan dengan malin-malin di kampung ini. Mereka kalau memberikan ceramah di nagari tetangga kita saja mungkin mereka dianggap sudah gila. Seakan-akan Allah menjadikan bumi yang luas ini sempit bagi mereka”.
‘Iyalah-iyah”. Jawab Salman dibalik kain tidurnya lalu menguap sebagai tanda keinginan supaya perdebatan dihentikan.
***
Pagi ini bumi Allah yang luas terlihat cerah sekali oleh Salmi. Dari jendela pesawat Air Asia Salmi melihat Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur yang terletak di Sepang Negara Bagian Serawak Malaysia. Beberapa menit lagi pesawat yang take off dari Bandar Udara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru ini akan landing di bandar udara yang dibangun dengan dana 3,5 milyar dolar Amerika Serikat.
Salmi membayangkan esokan harinya dia akan diwisuda untuk gelas S3-nya pada Universitas Islam Internasional Malaysia. Matanya berkaca-kaca tanda syukur kepada Allah, yang telah memperuntukkan bumi yang luas buatnya dan rezeki berupa beasiswa, istri yang mendukung perjuangannya selama ini, dan anak yang sehat-sehat dan pintar-pintar. Tak lama lagi Salmi akan memenuhi undangan beberapa universitas Islam dari dalam negeri dan negara sahabat seperti Malaysia, Brunai dan Qatar. Dari beberapa buku yang ditulisnya, Salmi memperoleh honor yang mampu membiayai perjalanan hajinya, istri dan juga kedua orangtuanya.
Tiba-tiba dia ingat Salman, teman-teman sepengajian dan malin-malin di nagarinya. Mereka masih tetap di nagari dan juga masih tetap dengan paham tua. Mereka tetap seperti dulu, ke kebun karet, ke sawah, berdoa ke kuburan, membakar kemenyan, mengantang padi zakat dan memandangi ufuk ketika bulan puasa tiba dan berakhir. Terbayang juga oleh Salmi botol-botol minuman keras dan kondom yang ditemui di tepi telaga. Teringat juga oleh Salmi, orangtua yang memeriahkan pesta perkawinan anak gadisnya dengan organ tunggal, yang terlebih dahulu telah dizinai oleh teman sekolahnya. Nanti-nantinya juga akan menjadi tradisi nagari. Tampak di sudut mata Salmi dua butir air mata mulai menetes ke pipinya.o
Doa merupakan senjata orang-orang yang beriman. Begitu bunyi hadits nabi. Banyak petunjuk dari Nabi bagaimana cara dan usaha diterimanya doa oleh Allah SWT. Di dalam Alquran scara tersirat didengarnya doa seorang muslim ditandai dengan turunnya berkah adalah berikut ini:
“Dan sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi”. (Al A’raf: 163)
Doa seorang muslim akan cepat dijawab Allah SWT bila ia berdomisili atau menjadi penduduk suatu negeri, kota, atau negara yang penduduknya mentaati Allah SWT dan RasulNya. Tidak melakukan bidah, syirik, juga tidak percaya pada tahyul. Dan penduduknya mengikuti sunah rasul bukan fanatik/taklik buta terhadap ulama-ulama tertentu. Pada ayat yang lain agar apa yang kita panjatkan diterima Allah SWT, seorang muslim semesti mengetahui asal usul atau hakikat yang menjadi isi dari permohonannya itu. Seperti Nabi Nuh AS yang memohon keselamatan anaknya dari air bah kepada Allah SWT padahal dia sendiri tidak mengetahui bahwa anaknya seorang yang ingkar. Seperti dalam doanya.
“Ya Allah. Sesungguhnya aku brlindung kepoadaMu untuk memohon kepadaMu sesuatu yang tidak aku ketahui hakikatnya”. (Hud: 47)
Dari kedua ayat tersebut di atas, melihat cara beribadah dan berakhlak penduduk nagari Taluak, apakah pelajar-pelajarnya hidup di nagari yang penduduknya taat kepada Allah SWT dan menegakkan sunah nabi? Karena kealpaan penduduknyalah pelajar-pelajar Taluk harus berjuang lebih keras lagi untuk berprestasi di sekolah ataupun di kampus bagi yang kuliah. Contoh lain prestasi olahraga. Nagari Taluk yang memiliki empat lapangan bola kaki ini dan juga peminat bola kaki yang banyak dari mulai anak-anak hingga orang jompo, tapi dimana prestasi sepak bolanya?. Dari dulu siapa pemuda Taluk yang bermain untuk Semen Padang?. Di daerah lain yang kurang potensinya, tapi kenapa sepak bolanya berprestasi?. Di sinilah keberkahan Tuhan bermain. Begitu juga ayat Alquran selanjutnya. Sampai di mana pelajar-pelajar Taluak mengetahui tentang amburadulnya pendidikan negara ini. Sistem pendidikan yang hanya menghasilkan manusia-manusia bermental ‘copy paste’. Apakah orangtua-orangtua mereka, tetangga-tetangga mereka mengerti tentang UN. Bagaimana akibat negatif dari ujian yang bersifat pilahan ABCD bagi otak anak sekolah?. Dari keadaan seperti itulah Forum Sarjana Islam Taluak mengadakan training agar pelajar Taluak sukses dalam belajar. Memberikan pengetahuan tentang hakikat UN (seperti yang terlihat dalam blog remarta: www.remataluak.blogspot.com). Selain itu mendatangi rumah-rumah pelajar Taluak untuk memberikan salam. Karena ketika kami mengucapkan ‘Assalamualaikum’ itu kami telah mendoakan seisi rumah agar diberkahi Allah SWT.
Remaja Masjid Raya Taluak, sering juga ditulis remaja Islam Taluk, pendiriannya dipelopori oleh Feri Harbeni, S.EI. lulusan S1 Ekonomi Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Batusangkar. Sebelum membentuk Remaja Masjid Taluk, Feri Harbeni bersama Rafdi, S.Ag. lulusan S1 Pendidikan Islam IAIN Padang, mendahuluinya dengan membentuk TISF (the Taluak Islamic Scholar Forum) atau Forum Sarjana Islam Nagari Taluak.Pada tanggal 8 juni 2008 di masjid raya Taluak dibentuklah kepengurusan organisasai Remaja Islam Taluak. Delfi Adri sebagai ketuanya, Mustafa Ardi sebagai wakilnya dengan anggota Ulfa Husna, Revita Marlina, Suci Ramadhani, Syafri Fanda, Wardiantono, Rendi Samora, Arwita Putri Utami, Septi Sukma Setia dll.Organisasi Remarta terbuka bagi siapa saja pemuda Taluak yang masih usia sekolah. Organisasi Remarta tidak mempunyai hubungan dengan organisasi massa manapun seperti partai politik. Juga tidak mengikuti aliran Islam manapun seperti tarekat Satariah, Qadariah, dan berbagai jaringan Islam seperti Islam Liberal, Jamaah Tabligh, Muhammadiyah, Salafiah, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir. TISF hanya fokus memberikan materi Islam yang bersifat membangun mental pemuda, meningkatkan potensinya, dan mempertebal rasa Ukhwah Islamiyah, persaudaraan seagama Islam. Pada hari itu juga ditentukan Remarta (Remaja Masjid Raya Taluak) sebagai nama organisasi. Remarta dibina oleh TISF sedangkan pengurus masjid raya Taluk berfungsi sebagai pelindung. Dalam setiap kegiatannya, Remarta tidak melakukannya di masjid raya Taluak saja tetapi di tempat lain seperti di gedung sekolah dan objek wisata.
Suatu hari Rafdi, satu-satunya sarjana agama Islam nagari yang beristrikan orang Taluak, bertanya kepada Feri Harbeni. “Kenapa pemuda Taluak yang berpendidikan tinggi, berwawasan luas, apalagi yang tamatan IAIN memilih gadis daerah lain dijadikan istri, apakah tidak ada gadis Taluak yang menarik hati mereka?”.Untuk menerangkannya Feri Harbeni meminta Rafdi untuk melakukan sebuah sandiwara. “Buya”, kata Feri Harbeni,” di SLTP Koto Panjang, tempat Buya mengajar ada seorang siswi bernama Putri Ramadhani. Sampaikan salam dari Feri Harbeni untuknya”.Beberapa hari kemudian bertemulah Feri Harbeni dengan Rafdi. “Bagaimana hasilnya, Buya ?”, Tanya Feri Harbeni.” Salam telah saya sampaikan, dia membalasnya dengan memberikan sebuah tasbih untuk berzikir”, jawab Rafdi. “Buya tahu arti semua ini?”, Tanya Feri Harbeni lagi. “Tidak tahu!”.“ Putri Ramadhani sebelumnya telah mengetahui bahwa saya sarjana agama Islam. Dia tahu bahwa sarjana-sarjana Islam itu sehabis shalat zikirnya panjang”. Jawab Feri Harbeni. “ Apa hubungannya tasbih dengan gadis Taluk?”, Tanya Rafdi yang masih belum mengerti juga. “Tasbih gunanya untuk berzikir, mengingat Allah. Kalau yang dipakai untuk berzikir itu tasbih hadiah dari seorang gadis yang ingat bukan Allahnya tapi gadisnya”. “Betul .. betul..betul..”, kata Rafdi kayak Ipin saja.Begitulah sandiwaranya. Bagaimana dengan gadis-gadis Taluak?. Mereka kebanyakan, tapi tidak semuanya berinteraksi dengan semua tipe dan latar belakang pendidikan pemuda dengan cara-cara yang bertolak belakang dari cara-cara gadis dari nagari Tigo Jangko di atas. Minim kecerdasan emosi kebanyakan sensualitasnya. Bagaimana gadis-gadis Taluk ‘bersaing’ nantinya di kampus-kampus bagi yang kuliah, atau di kota-kota bagi yang kerja. Jika unsur-unsur sensualitas yang dipergunakan oleh anak gadisnya dapat dibayangkan seperti apa sumondo-sumonda urang Taluak, hanya laki-laki peduli urusan perut dan kelamin minus kepeduliannya terhadap urusan umat dan Islam, walaupun mereka bertitel sarjana, pegawai, ataupun sebagai aparat keamanan.
"Buku, kenapa tidak?". Gumanku sendiri ketika berada di sebuah pasar swalayan selepas Maghrib. Betapa senangnya Hanifah menerima buku sebagai kado dariku pada hari pernikahannya nanti. Buku sebagai kado akan mewakilkan rasa terima kasihku dan kekagumanku atas ide-ide kreatifnya selama bekerja untukku, sebagai bawahanku. Aku berpikir hanyalah buku yang cocok aku berikan sebagai konsumsi otaknya yang brilian.
* * *
Aku meraihi sebuah buku bersampul warna biru muda. Buku yang telah menarik perhatianku sejak aku memasuki ruang ber-AC ini. Menikmati Malam Pengantin dengan Penuh Kreatif, sebuah judul yang tepat untuk suasana yang akan dilalui Hanifah. Setelah membaca buku ini, menurutku Hanifah akan lebih rileks menikmati malam pengantinnya. Tentu pagi-pagi dia tersenyum malu sebelum aku menyapanya di halaman parkir kantor. Persis sewaktu aku pertama kali datang dengan malu-malu ke kantor setelah aku kembali dari berbulan madu. Aku menjadi geli sendiri.
Apakah aku dulu dituntun juga melewati malam pengantin? Pertanyaan ini tiba-tiba datang. Harus dijawab saat ini juga karena aku pernah melaluinya. Tidak, tapi tetap saja aku dan istriku menikmatinya hingga menjadi kenangan indah yang selalu mengingatkanku bahwa aku pernah menjadi pengantin.
Kenangan itu pulalah yang menjadi pembujuk hatiku seketika aku meresa jengkel kepada istriku. Aku berharap istriku juga mengenang kenangan yang sama disaat dia tidak sanggup lagi menahan egoku yang kelewatan.
Hanifah dan Mizan, calon suaminya, dugaanku punya rencana tersendiri untuk melewati malam pengantinnya. Sangkaanku mulai membuat aku bimbang terhadap pilihan buku bersampul warna biru ini.
Sama halnya dengan istriku, Mutia. Sama-sama mantan aktifis kampus menjadi alasan bagi kami untuk memplaning segala sesuatunya. Termasuk urusan yang satu ini. Aku yakin sekali Hanifah akan selalu melakukan hal yang sama untuk sesuatu yang telah aku lalui bersama Mutia. Ditambah pengajian yang didapat dari Uztazah di liqo’, menjadi kan Hanifah lebih menghayati perannya di malam pengantin, aku betul-betul bimbang dengan pilihan buku karangan Ustad Dr. H. Muhammad Fadhillah., Lc ini
Akhirnya, buku bergambar bunga mawar ini aku letakkan ditempatnya semulanya.
* * *
Aku melangkah lagi, melirik ke kanan dan ke kiri. Mataku tertuju ke papan petunku bertuliskan Tata Boga. Ingatan pada masakan. Itulah layanan pertama yang dilakukan Mutia sebagai seorang istri. Tentunya setelah kami melewati malam pertama. betapa menawannya istriku disaat kami saling berhadapan untuk menikmati sarapan pagi pertama dalam nuasa berumah tangga. Selamat tinggal dinding kamar kost kusam yang telah menemani aku makan selama ini. Betapa lezatnya masakan istriku. Tapi keromantisannya membuat aku lebih berbahagia lagi.
Aku pikir istriku telah berjibaku belajar memasak dengan ibunya, karena aku tahu hasil masakannya sewaktu menjadi aktifis kampus dulu. “Pejuang hak asasi perempuan, apa gunanya kalu tidak pintar memasak!”, candaku dulu sambil mengharapkan Mutia, tentu waktu itu status kami berteman, berbalik menyerangku di bawah pohon alpokat kampus yang rindang.
Mudah-mudahan Hanifah terbantu dengan buku mengenai tata boga ini, aku berharap, sambil membolak-balik buku yang tanpa aku sadari telah berpindah ke tanganku. Hanifah yang berasal dari luar Minang setelah mempraktekkan petunjuk di buku ini menemukan sebuah rahasia. Bahwa jika ingin mengikat pria Minang ikatlah lidahnya. Tentu dengan masakan yang sedap.
Setiap kali Hanifah menemani suaminya makan, seperti Mutia yang menemani aku makan, Hanifah akan tersenyum puas melihat suaminya menikmati masakannya dengan lahapnya. Pada waktu yang bersamaan Hanifah juga akan tersenyum, membayangkan wajah seorang tamu undangan yang telah memberikan kado yang sangat berarti baginya. Tamu undangan itu adalah aku, bosnya di kantor. Bagi Mizan senyum itu tentulah untuknya dari Hanifah. Astagfirullah. Hal ini tidak boleh terjadi.
Lalu akupun berlalu menuju buku yang lain.
* * *
Aku melangkah lagi. Melirik, lalu berhenti. Silih berganti. “seandainya Mutia ada di saat-saat aku dalam situasi seperti ini, dia pasti akan menolongku”. Ibahku dalam hati. Dia akan menjatuhkan pilihannya dengan argumen yang solit. Seperti biasa, aku hanya menikmati setiap ide yang keluar bebas dari kedua bibirnya. Aku tidak pernah belajar dari Mutia bagaimana caranya sebuah argumen disodorkan. Aku hanya menikmatinya saja, itu sudah cukup buatku. Itulah yang aku lakoni sejak kami sama-sama menjadi aktifis kampus dulu hingga Mutia menjadi istriku. Dengan argument yang mantap itu pulalah, Mutia suatu saaat memohon kepadaku, suaminya, untuk meridhoinya tampil sekali lagi sebagai seorang aktifis perempuan. Sambil merebahkan kepalanya di dadaku, sewaktu kami menikmati obrolan sebelum tidur.
Tak kuasa aku menolak permohonannya karena aku selalu menikmatinya. Dia berharap agar aku melupakan pernyataan setengah janjinya: dia akan memilih menjadi ibu rumah tangga saja setelah berkeluarga nanti. Waktu itu kami hanya berteman, tentu saja tempatnya di bawah pohon alpokat yang rindang.
Kebimbangan yang aku alami mudah-mudahan tidak menimpa Aisyah, buah hatiku dengan Mutia. Gadis kecilku yang wajahnya mirip ibunya menemani aku berbelanja kali ini, juga berbelanja untuk mengisi kado ulang tahun seorang teman kelasnya. Kami baru saja ditinggalkan Mutia, istriku dan ibunya. Katanya ada seminar di Ibu Kota dan dia sebagai aktifis hak asasi perempuan yang cukup vokal selama ini harus tampil sebagai nara sumber.
* * *
Fiqh Tujuh Mazhab. Tak salah pilihanku. Walau tidak cocok dengan Hanifah, aku merasa calon suaminya yang seorang Ustad akan gembira sekali menerimanya. Mungkin buku ini menjadi buku tertebal dan terberat yang pernah dia terima. Apa lagi kado ini berasal dariku, atasan istrinya.
Aku mencoba merangkul buku tebal itu. “Oh betapa beratnya”. Aku membayangkan wajah Hanifah ketika membuka kertas kado dariku.
Breaak !!! tiba-tiba buku dalam peganganku terjatuh ke lantai. Pengunjung yang ramai dan petugas swalayan menoleh ke arah sumber suara, tepat kepadaku. Mereka mungkin mengira aku adalah seorang dosen yang sedang mencari materi perkulihan.
Dengan santai aku pungut kembali buku tersebut.
Momentum membuka kado merupakan saat-saat yang penuh canda ria. Beberapa kerabat dekat, tetangga dan sahabat karib akan hadir. Dimulai dari kedua pengantin, akhirnya semua yang datang mendapat kesempatan untuk membuka kado. Setiap helai pembungkus kado dibuka, akan timbul ketegangan dan rasa penasaran. Hanya tawa berderai dari semua yang hadir yang sanggup menghentikan perasaan seperti itu.
Dengan suasana seperti itu tiba-tiba kado dariku, atasan hanifah dibuka. Muncullah sebuah buku ilmiah tebal sebagai penyalur berbagai macam emosi yang berkecamuk.
Sangat merusak suasana!
Tidak cocok dengan momentum!
Tidak gaul!
Dalam keadaan seperti itu tidak ada yang ilmiah-ilmiah, apalagi berbentuk buku tebal dan berat.
Lebih dari itu, aku sebagai atasan Hanifah harus selalu mencitrakan diri sebagai atasaan yang berwibawa. Di kantor, di pengajian rutin aku harus selalu menjaga imeg. Apalagi disaat-saat seperti itu. Aku tidak mau dirusak oleh sebuah kado.
* * *
“Papa..papa..”, Aku palingkan tubuhku ke arah datangnya suara. Rupanya gadis kecilku memanggil dengan senyumanya yang manis. Sebentar laki dia akan memasuki usia remaja. “Papa, pilih boneka yang mana?”.
“ Boneka beruang di sebelah kanan saja.” Jawabku mantap. Nah…!.
Ujian Akhir Nasional merupakan momok yang menakutkan bagi pelajar. Berbagai cara ditempuh agar lolos dari ujian yang satu ini. Meningkatkan intensitas belajar, mendatangi pusat bimbingan belajar, sampai-sampai ada yang minta bantuan paranormal. Yang terakhir ini sudah kelewatan betul usahanya. Ada juga pelajar yang memutuskan hubungan cinta demi UAN.
Berikut ini hampir seluruh sekolah melakukannya. Beberapa hari sebelum ujian dimulai, calon peserta ujian, orangtua, dan para pengajar melakukan muhasabah berjamaah. Ada juga peserta yang menjadikannya sebagai ajang pengakuan dosa dan tentunya penuh dengan linangan air mata. Seperti orang mau ke medan perang jihad saja!
Padahal tidak semuanya paham betul ada apa dibalik UAN. Dampak postif dilaksanakannya UAN adalah berkurangnya tawuran antar pelajar yang marak di kota-kota besar sehigga masyarakat menjadi aman, terutama pemilik angkutan umum karena mobil mereka sering menjadi sasaran lemparan batu pelajar yang tawuran. Macet karena pelajaran tawuran tidak terdengar lagi, dan akhir-akhir ini warga kota tidak was-was lagi melihat pelajar berjalan bergerombolan.
Yang lebih penting dari itu tidak terdengar lagi di media cetak maupun elektronik kasus tentang pelajar, yang pada hakikatnya masih remaja atau abg, melakukan aborsi illegal pada klinik-klinik kesehatan. Hal ini disebabkan karena perhatian pelajar banyak tercurah dalam hal menyiapkan diri menghadapi sakratul maut, eh salah, Ujian Akhir Nasional.
Di sini TISF (The Taluak Islamic Scholar Forum) melakukan dakwal bilhal, dakwah dengan perbuatan, dengan melakukan sunnah Nabi SAW berupa praktek bekamatau hijamah yang dilakukan pada anggota Remaja Masjid Taluak. Bekam dilakukan dibeberapa titik pada anggota tubuh. Contohnya bekam pada kening yang berkhasiat untuk meningkatkan konsentrasi dan akan membuat otak dan mata tidak cepat lelah dalam belajar. Pembekaman pada titik ini juga berguna untuk regenerasi kulit, anti pikun, mengobati sakit kepala dan migrain, menghilangkan stres, obat awet muda, dan menghilangkan jerawat sehingga wajah jadi terang menderang. Dan tentunya praktek ini mendapatkan pahala dari sisi Allah SWT dan mendapat syafaat Nabi SAW di Padang Masyar kelak karena kita telah menghidupkan salah satu sunnahnya.
“Setiap aku melewati sekelompok malaikat pada malam aku dimi’rajkan, pasti mereka akan mengatakan: ‘Hai Muhammad, perintahkan umatmu untuk berbekam’,”.
Dari sekian banyak kesempatan berdiskusi antara Feri Harbeni dan Rafdi yang juga diikuti juga beberapa tokoh Taluak, terbahaslah tentang na-sib pemuda atau remaja Nagari Taluk. Sangat mudah dilihat betapa mereka terbawa arus globalisasi dan westernisasi. Mereka yang tergolong pelajar SLTP dan SLTA tampak begitu rapuh menghadapi tantangan zaman. Perhatikanlah pelajar putrinya dalam mengikuti mode yang menjadi trend. Perhatikanlah bagaimana pelajar putranya mengisi waktu muda mereka. Rata-rata kegiatan mereka beroriantasi duniawi saja. Mana waktu bagi mereka untuk mendalami agama, untuk memperbaiki akhlak mereka, ataupun mendalami aqidah Islam. Apa lagi waktu untuk memperjuangkan Islam.
Mereka dibesarkan oleh orangtua, keluarga, dan masyarakat, yang sebagian besar nilai-nilai agama atau nilai-nilai kebaikan bersumber dari malin-malin berpahamkan agama tradisional. Bukannya meningkatkan kedekatan kepada Allah dan RasulNya, tapi malahan menutupi indahnya Islam dan kebesaran Islam dengan ajaran-ajaran ataupun doktrin agama yang kaku. Doa pakai kemenyan, mendoakan orang yang meninggal dunia butuh pengeluaran yang besar bagi keluarga yang kemalangan. Dari hari pertama kematian hingga 110 hari. Dan tidak percaya bahwa bumi ini bulat. Beberapa contohnya saja.
Dari keadaan seperti ini tentulah melemahkan pelajar Nagari Taluk dalam hal merahi prestasi. Betapa tidak, pelajar-pelajar Nagari Taluk didoakan oleh orangtua-orang tua yang masih kurang pemahamannya terhadap beragama dengan benar. Sedangkan pelajar-pelajar dari daerah lain didoakan oleh orangtua-orangtua mereka yang mendapat pemahaman tentang keislaman dari ulama-ulama yang mengikuti Allah dan Rasulnya. Saudara-saudara, doa pihak mana yang akan diterima di sisi Allah SWT ?
Maka dari berbagai kesempatan diskusi, bersama beberapa orang Taluak yang berjiwa pembaharuan, diputuskan perlunya suatu tindakan agar pelajar Taluk tidak gamang menghadapi tantangan zaman. Untuk itu Feri Harbeni dan Rafdi mencoba merangkul pelajar Nagari Taluk, bagi yang ingin, supaya mereka mempunyai cara berpikir dan bertindak Islami. Yang bersumberkan Alquran dan Hadits, pendapat para sahabat, dan ijma’ para ulama-ulama mujtahid. Dengan harapan agar mereka mempunyai keinginan berhaji ke Mekah bukannya bersafar ke Ulakan, rindu berdoa di makam Rasulullah SAW bukannya rindu dengan pada makam Syekh Burhanuddin, berobat dengan cara Rasulullah SAW bukannya berobat dengan cara mendatangi dukun lalu memberikan sesajen kepada setan sumur berupa sitawa sidingin.
Selain itu pelajar Taluak diperkenalkan dengan ilmu psikologi agar mereka mengenali potensi yang ada pada diri mereka. Menerangi jiwa mereka tentang keadaan nagari sebagai lingkungan kelahiran dan tempat tinggal mereka. Dan yang lebih penting mendoakan mereka agar mereka berprestasi, selalu mendapat solusi dalam kehidupan mereka, dan dipermudahkan dalam menempuh cita-cita mereka, tentu semuanya dengan seizin Allah SWT.
Senin, 08 Februari 2010
Wahai Remaja Taluak yg peduli akan negerinya, peduli akan akidah saudara-saudaranya.. Isilah konten ini... DITUNGGU KARYAMU!!!