Urang Niniak di Antara Islam dan Adat
Di Nagari Taluak ada beberapa tingkatan golongan dalam masyarakat adat, yang disebut juga dengan istilah kamanakan.
Urang niniak adalah suatu golongan masyarakat yang datang ke nagari Taluk lalu mengaku mamak pada seorang datuk/mamak. Selanjutnya mamak akan memberikan tanah untuk mendirikan rumah kepada kamanakan barunya, dan juga sawah ladang sebagai lahan penghidupan. Sebagai konsekuensinya urang niniak beserta keturunan-keturunanya akan menjadi pesuruh dari pihak datuk yang juga beserta keturunan-keturunannya yang telah menerima mereka. Manjapuik nan jauh, manjinjiang nan ringan, manjunjuang nan barek, begitulah pendek katanya.
Selain itu terhadap salingka nagari, terjadinya pengakuan mamak tadi mengakibatkan terbatasnya hak-hak tertentu bagi urang niniak. Seperti dalam perkawinan. Urang niniak hanya boleh nikah hanya dengan sesama urang niniak. Merupakan aib besar bagi seorang datuk atau pemangku adat bila ada anak kemanakan dekatnya kawin dengan urang niniak.
Efek Diskriminasi Terhadap Urang Niniak
Kata para pujangga cinta tak diundang datangnya. Masuk ke dalam hati tidak berpintu. Jika berusaha dilupakan malah tambah ingat. Kalau dibiarkan mendatangkan kerinduan. Kalau begitu bagaimana jadinya kalau cinta bersemi antara muda-mudi yang berbeda, yang laki-laki urang ninik, yang wanita urang mamak atau sebaliknya. Tentu runyam.
Dari realita yang ada, baik laki-laki maupun perempuan dari urang niniaklah yang banyak menanggung penderitaan dari tradisi lama. Pertama mental inperiol, perasaan rendah yang menyelimuti jiwa sehingga mengusik dalam pergaulan. Keadaan tersebut membuat jiwa tertekan dan jiwa yang tertekan akan mengeluarkan prilaku yang agresif. Selanjutnya mereka-mereka yang berjiwa yang inferiol membutuhkan perhatian dan cinta yang berlebihan terutama dari lawan jenis. Jika tidak ada didikan agama yang memadai dari rumah, maka dapat mengakibatkan terjerumusnya pemuda-pemudi ke dalam pergaulan bebas dan terjadilah marriage by accident.
Dan di sini ada sedikit agak kurang ajar bila seseorang pemuda dari urang niniak merasa bangga dan puas jika berhasil memacari lalu jika dilarang membawa kabur dan bahkan sampai menghamili wanita dari urang mamak. Dan bagi mamak yang mempunyai kemanakan yang telah dibawa kabur atau dihamili tersebut merupakan suatu aib yang sangat besar bagi mereka.
Perang Padri
Beberapa buku tambo sejarah Minangkabau, khususnya yang berkisah tentang kondisi Minangkabau dalam penjajahan Belanda, dicatatlah bahwa Belanda telah menghapus diskriminasi terhadap manusia terutama berbentuk kasta, penggolongan masyarakat peninggalan hindu, di Minangkabau. Diceritan bahwa Belanda telah memerdekakan urang niniak, atau bahasa lainnya hamba sahaya disejumlah nagari dengan upacara pemotongan kerbau. Betulkah demikian?
Semua cerita di atas bohong semua. Salah satu penyebab meletusnya perang saudara, sebelum perang padri, antara golonganm hitam dari pihak adat dengan golongan putih dari pihak padri adalah masalah penghapusan kasta. Kaum padri, bukan kaum agama sebab beberapa golongan dalam Islam tetap mendukukung sistem kasta, seperti golongan tarekat syatariah yang ada di Taluk, berdasarkan Alguran dan Hadis yang menghendaki persamaan manusia, menentang kaum adat dan pihak ulama yang tetap mempertahankan sistem kasta. Ditambah pertentangan yang lain, datuk yang memiliki banyak istri menjadi kebanggaan bagi kampungnya, kebiasaan tahyul, bidah dan khurafat telah membuat perang saudara pecah.
Akibatnya sampai sekarang tidak ditemui urang niniak di Pagaruyung, sebagai pusat pemerintahan Minangkabau. Sebelumnya gologan putih telah berhasil membunuh seluruh anggota kerajaan Pagaruyung. Alhasil, yang menghapus sistem kasta di Minangkau adalah kaum padri. Sedangkan Belanda malah mnciptakan diskriminasi dalam bentuk lain. Dimana orang-orang cina diberi izin berdagang ekspor dan impor sedangkan orang pribumi tidak. Orang cina diberi kesempatan sekolah tinggi-tinggi orang pribumi tidak. Sayangnya bagian ini tidak tertulis dalam buku-buku sekolah tentang pelajaran sejarah Minagkabau.
Bagaimana dengan Nagari Taluk
Nagari Taluk, beserta Nagari Tigo Jangko, Pangian, dan Buo, menganut sistem pemerintahan Datuk Parpatiah nan Sabatang. Sistem adat Datuk Parpatiah nan Sabatang menganut falsafah mambusek dari bumi. Artinya masyarakat adat Datuk Parpatiah menganut sstem kemasyarakatan yang demokrasi. Itu berarti semua orang sama dalam hukum nagari. Sehingga menjadi suatu kejanggalan bila Nagari Taluk, yang menganut adat Datuk Parpatiah masih memiliki yang namanya kamanakan bawah lutuik.
Aneh rasanya jika kita membaca sejarah tentang bilal. Gelar bilal diambil dari nama Bilal Bin Raba’, mantan hamba sahaya berkulit hitam pekat yang merupakan salah seorang sahabat Nabi SAW yang utama. Bilal bin Raba’ merupakan petugas azhan disaat Nabi SAW hidup. Untuk menyatakan tidak adanya kasta dalam Islam, Nabi SAW sewaktu penaklukan Kota Mekkah memerintahkan Bilal, seorang mantan budak untuk mengumandangkan azhan di atas atap ka’bah. Padahal dalam adat jahiliah pada waktu itu hanya petinggi-petinggi arab yang boleh naik ke atas atap ka’bah.
Cara lain Islam menghilangkan budak adalah menjadikan pemerdekaan budak untuk menembus suatu dosa, seperti membunuh seorang muslim tidak disengaja, melakukan hubungan suami-istri ketika hajji dan sebagainya. Malah ada ulama yang berpendapat bahwa salah satu perjuangan Nabi SAW yang tidak tercapai adalah penghapusan budak. Sebab jika ini diberlakukan pada masa Rasulullah hidup akan terjadi PHK besar-besaran. Banyak pengangguran dan orang-orang yang tidak punya tempat tinggal. Kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya kekacauan dan kriminalitas di bumi Arab pada awktu itu.
Sesungguhnya sejak terdengarnya kumandang azhan di suatu tempat di muka bumi Allah, termasuk di Taluk, urang niniak sudak tidak ada lagi.o
Tidak ada komentar:
Posting Komentar