Remaja Masjid Raya Taluk

Lintaubuo Tanah Datar

Jumat, 26 Februari 2010

Remaja Masjid Menghadapi UN


Remaja Masjid Menghadapi UN

Sebagai orang beriman kita percaya bahwa Allah SWT tidak akan membebani seseorang dengan ujian di luar kemampuannya. Jadi setiap kita ditimpa tubuh yang sakit, kehilangan orang yang dicintai, sempitnya rezeki, dan sebagainya semuanya adalah ujian yang pasti tidak akan diberikan Allah SWT di atas kemampuan manusia. Karena itulah bila ujian menimpa manusia

yang beriman tidak perlu menghadapinya dengan gelisah, was-was, cemas, dan prilaku negatif lainnya. Itu tandanya Allah SWT akan menaikkan kelas kita di antara manusia. Mungkin dari dulunya termasuk kelas manusia beragama Islam naik tingkat menjadi manusia beriman atau naik kelas menjadi manusia yang bertaqwa.

Ujian Nasional merupakan ujian yang berasal dari manusia. Manusia itu mulai dari anggota DPR yang menyususn UU Sistem Pendidikan Nasional, presiden, menteri pendidikan sampai pada guru-guru di kelas. Sebagai manusia tentu mereka-mereka tersebut bersifat khilaf. Begitu juga ketika mereka memberikan ujian-ujian tentu tidak sama dengan ujian-ujian yang diberikan Allah SWT. Manusia tidak akan pasti tahu batas-batas kemampuan manusia lainya dalam hal ini pelajar. Dan kurang eloklah sesama manusia menciptakan ujian terhadap sesama manusia, yang mengakibatkan munculnya kasus bunuh diri karena gagal UN, membeli secara haram bocoran jawaban UN, dan pakai dukun agar sukses UN.

Karena itulah pelajar, khususnya Remaja Masjid harus, mau tak mau, berjihad menghadapi ujian. Tak hanya dalam menghadapi UN, menuntut ilmu bagi Remaja Masjid merupakan suatu jihad di jalan Allah. Balasan bagi orang yang berjihad adalah syurga dengan bidadarinya. Lolos UN bagi Remaja Masjid merupakan bukan prioritas utama untuk datang ke sekolah. Prioritas utama Remaja Masjid ke sekolah adalah untuk mencari ilmu karena Allah. Bukan karena ingin sukses UN, bukan karena mencari kemasyuran dengan dapat juara umum ataupun karena keinginan masuk keperguruan tinggi tertentu. Sebab bila seorang muslim mencari ilmu bukan karena Allah balasannya adalah tempat tinggal di neraka. Ini sesuai dengan hadits Nabi SAW.

Jika orang lain mencari ilmu karena kepentingan dunia, maka Remaja Masjid mencari ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab dengan keyakinan seperti inilah seorang muslim akan diberi hidayah dan kekuatan oleh Allah SWT. Jika Allah SWT telah menolong hambanya maka tidak ada satupun yang dikhawatirkan dalam menuntut ilmu. (bersambung)




Urang Niniak di Antara Islam dan Adat

Di Nagari Taluak ada beberapa tingkatan golongan dalam masyarakat adat, yang disebut juga dengan istilah kamanakan. Ada kamanakan bawah daguak, kamanakan bawah dado, dan ada kamanakan bawah lutuik. Yang dibahas di sini adalah kamanakan bawah lutuik yang selanjutnya di tulis dengan urang niniak.

Urang niniak adalah suatu golongan masyarakat yang datang ke nagari Taluk lalu mengaku mamak pada seorang datuk/mamak. Selanjutnya mamak akan memberikan tanah untuk mendirikan rumah kepada kamanakan barunya, dan juga sawah ladang sebagai lahan penghidupan. Sebagai konsekuensinya urang niniak beserta keturunan-keturunanya akan menjadi pesuruh dari pihak datuk yang juga beserta keturunan-keturunannya yang telah menerima mereka. Manjapuik nan jauh, manjinjiang nan ringan, manjunjuang nan barek, begitulah pendek katanya.

Selain itu terhadap salingka nagari, terjadinya pengakuan mamak tadi mengakibatkan terbatasnya hak-hak tertentu bagi urang niniak. Seperti dalam perkawinan. Urang niniak hanya boleh nikah hanya dengan sesama urang niniak. Merupakan aib besar bagi seorang datuk atau pemangku adat bila ada anak kemanakan dekatnya kawin dengan urang niniak.

Efek Diskriminasi Terhadap Urang Niniak

Kata para pujangga cinta tak diundang datangnya. Masuk ke dalam hati tidak berpintu. Jika berusaha dilupakan malah tambah ingat. Kalau dibiarkan mendatangkan kerinduan. Kalau begitu bagaimana jadinya kalau cinta bersemi antara muda-mudi yang berbeda, yang laki-laki urang ninik, yang wanita urang mamak atau sebaliknya. Tentu runyam.

Dari realita yang ada, baik laki-laki maupun perempuan dari urang niniaklah yang banyak menanggung penderitaan dari tradisi lama. Pertama mental inperiol, perasaan rendah yang menyelimuti jiwa sehingga mengusik dalam pergaulan. Keadaan tersebut membuat jiwa tertekan dan jiwa yang tertekan akan mengeluarkan prilaku yang agresif. Selanjutnya mereka-mereka yang berjiwa yang inferiol membutuhkan perhatian dan cinta yang berlebihan terutama dari lawan jenis. Jika tidak ada didikan agama yang memadai dari rumah, maka dapat mengakibatkan terjerumusnya pemuda-pemudi ke dalam pergaulan bebas dan terjadilah marriage by accident.

Dan di sini ada sedikit agak kurang ajar bila seseorang pemuda dari urang niniak merasa bangga dan puas jika berhasil memacari lalu jika dilarang membawa kabur dan bahkan sampai menghamili wanita dari urang mamak. Dan bagi mamak yang mempunyai kemanakan yang telah dibawa kabur atau dihamili tersebut merupakan suatu aib yang sangat besar bagi mereka. Ada juga terjadi seorang gadis dari urang niniak terlanjur dihamili oleh pemuda dari urang mamak, terpaksa menggugurkan kandungannya kerena sang pemuda lebih memilih statusnya dalam adat dari pada berkorban untuk cinta.

Perang Padri

Beberapa buku tambo sejarah Minangkabau, khususnya yang berkisah tentang kondisi Minangkabau dalam penjajahan Belanda, dicatatlah bahwa Belanda telah menghapus diskriminasi terhadap manusia terutama berbentuk kasta, penggolongan masyarakat peninggalan hindu, di Minangkabau. Diceritan bahwa Belanda telah memerdekakan urang niniak, atau bahasa lainnya hamba sahaya disejumlah nagari dengan upacara pemotongan kerbau. Betulkah demikian?

Semua cerita di atas bohong semua. Salah satu penyebab meletusnya perang saudara, sebelum perang padri, antara golonganm hitam dari pihak adat dengan golongan putih dari pihak padri adalah masalah penghapusan kasta. Kaum padri, bukan kaum agama sebab beberapa golongan dalam Islam tetap mendukukung sistem kasta, seperti golongan tarekat syatariah yang ada di Taluk, berdasarkan Alguran dan Hadis yang menghendaki persamaan manusia, menentang kaum adat dan pihak ulama yang tetap mempertahankan sistem kasta. Ditambah pertentangan yang lain, datuk yang memiliki banyak istri menjadi kebanggaan bagi kampungnya, kebiasaan tahyul, bidah dan khurafat telah membuat perang saudara pecah.

Akibatnya sampai sekarang tidak ditemui urang niniak di Pagaruyung, sebagai pusat pemerintahan Minangkabau. Sebelumnya gologan putih telah berhasil membunuh seluruh anggota kerajaan Pagaruyung. Alhasil, yang menghapus sistem kasta di Minangkau adalah kaum padri. Sedangkan Belanda malah mnciptakan diskriminasi dalam bentuk lain. Dimana orang-orang cina diberi izin berdagang ekspor dan impor sedangkan orang pribumi tidak. Orang cina diberi kesempatan sekolah tinggi-tinggi orang pribumi tidak. Sayangnya bagian ini tidak tertulis dalam buku-buku sekolah tentang pelajaran sejarah Minagkabau.

Bagaimana dengan Nagari Taluk

Nagari Taluk, beserta Nagari Tigo Jangko, Pangian, dan Buo, menganut sistem pemerintahan Datuk Parpatiah nan Sabatang. Sistem adat Datuk Parpatiah nan Sabatang menganut falsafah mambusek dari bumi. Artinya masyarakat adat Datuk Parpatiah menganut sstem kemasyarakatan yang demokrasi. Itu berarti semua orang sama dalam hukum nagari. Sehingga menjadi suatu kejanggalan bila Nagari Taluk, yang menganut adat Datuk Parpatiah masih memiliki yang namanya kamanakan bawah lutuik.

Ada suatu kejadian tentang seorang pemuda dari urang niniak. Pemuda dalam cerita ini telah telah menyelesaikan pendidikan S2-nya (Sungai Sariak bukan Strata 2) menjadi Bilal pada suatu masjid yang ada di Taluk. Tidak lama dia memegang jabatan bilal masjid karena ada masyarakat yang protes. Lalu posisi pengumandang azhan di masjid tadi dipegang oleh seseorang dari urang mamak. Sejak itu urang mamak tadi mendapat julukan baru angku bilal suatu gelar yang masih bergengsi di Taluk apalagi di depannya ada gelar angku.

Aneh rasanya jika kita membaca sejarah tentang bilal. Gelar bilal diambil dari nama Bilal Bin Raba’, mantan hamba sahaya berkulit hitam pekat yang merupakan salah seorang sahabat Nabi SAW yang utama. Bilal bin Raba’ merupakan petugas azhan disaat Nabi SAW hidup. Untuk menyatakan tidak adanya kasta dalam Islam, Nabi SAW sewaktu penaklukan Kota Mekkah memerintahkan Bilal, seorang mantan budak untuk mengumandangkan azhan di atas atap ka’bah. Padahal dalam adat jahiliah pada waktu itu hanya petinggi-petinggi arab yang boleh naik ke atas atap ka’bah.

Cara lain Islam menghilangkan budak adalah menjadikan pemerdekaan budak untuk menembus suatu dosa, seperti membunuh seorang muslim tidak disengaja, melakukan hubungan suami-istri ketika hajji dan sebagainya. Malah ada ulama yang berpendapat bahwa salah satu perjuangan Nabi SAW yang tidak tercapai adalah penghapusan budak. Sebab jika ini diberlakukan pada masa Rasulullah hidup akan terjadi PHK besar-besaran. Banyak pengangguran dan orang-orang yang tidak punya tempat tinggal. Kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya kekacauan dan kriminalitas di bumi Arab pada awktu itu.

Sesungguhnya sejak terdengarnya kumandang azhan di suatu tempat di muka bumi Allah, termasuk di Taluk, urang niniak sudak tidak ada lagi.o

Cerpen: Dua Butir Air Mata Salmi

Dua Butir Air Mata Salmi


Pagi itu matahari mulai beranjak naik. Salmi kembali menulusuri tepian telaga, seperti waktu-waku dulu. Waktu Salmi menyulusuri tepian telaga sepulang sekolah bersama Salman. “Oi Salmi baa kaba?”, ada suara dari belakang. Sekejap Salmi menoleh. Rupanya Salman

sahabat kecilnya. Mereka bersalaman

dan kemudian saling berangkulan. Mata keduanya berkaca-kaca. Ada rasa haru yang teramat sangat ketika kedua sahabat yang telah lama tidak berjumpa ini bertemu kembali.

“Dari mana kamu?”, Tanya Salmi. “Biasalah, dari kuburan malam tadi ada tahlilan lalu pagi ini berdoa di kuburan lalu makan-makan”. Salman menjawab lalu bertanya, “Eh, Den baru sudah makan ado rokok ndak?”. Sambil tersenyum Salmi menjwab, “Ang kan tahu, sajak kuliah dulu Den idak marokok. Wakotu tu fatwa ulama mengecean rokok tu makhru. Tapi kini alah manjadi haram tambah idak marokok jadinyo den”. Salman mendegar sambil nyengir.

“Biasonyo kito mengecek dari HP ka HP. Kini den lah punyo Fecebook. Lai punyo Facebook ang?”. Tanya Salmi. Dengan wajah kebingungan Salman menjawab, “Face book. Face tu wajah book tu buku. Jadi maksud ang muko di sampul buku. Eh eh bilo loh dek ang ko aden yang tamatan sungai sariak ko kan manulis buku”. “Eh eh Salman Salman”, jawab Salmi sambil tertawa kecil. Merekapun mulai terlibat perbincangan yang panjang sambil diselang-selangi oleh canda tawa. Ada saja yang mereka bicarakan. Apakah itu tentang harga karet, musim panen padi hingga sampah seperti botol minuman keras dan kondom yang mudah di temui di tepi telaga.

* * *

Teringat Salmi beberapa tahun yang lalu setelah tamat mengaji di Sungai Sariak dia terperangkap di antara dua pilihan. Mengikuti perintah mamaknya, Datuk Palito Nagari, yang meminta kesediaannya memangku gala malin untuk sukunya, atau mengikuti naruninya memperdalam ilmu agama di universitas Islam. “kalau ang indak namuah menyandang gala Angku Kapalo Koto Batuah, gala tu tapaso den agian ka Salman, saudara sepupu waang tu”. Datuk Palito Nagari berkata dengan nada tinggi. Salman menjawab dengan nada agak tertahan. “Bukan awak indak namuak mak, tapi ambo raso ilmu agama ambo alun sabara lai”. “Lai jaleh dek ang. Untuk manjadi malin tu dak paralo ang batitel bagai, pandai mambawon sumbayang, mangurus mayat, mangantang padi zakat, dan mangajian urang mati lah cukuik tu mah”. Datuk Palito Nagari memotong kata-kata Salmi. “Tapi manuruik Ambo Mak, itu alun cukuik. Agama bukan sekedar untuk itu. Agama tu untuk mangatur sagalo urusan manusia bahkan Islam tu sabagai rahmatan lil alamin”. Salmi kembali melanjutkan bicaranya. Dengan nada yang ditinggikan lagi Datuk Palito Nagari berkata, “Alah, alah tu Salmi. Alah jaleh dek den makasuak ang tu. Artinyo harapan den la Ang sio-siokan. Tapaso gala Angku Kapalo Koto Batuah dibawoan dek Salman. Den pulang lai. Kecean ka amak Waang, assalamualikum’. “Waalaikumsalam”. Balas Salmi.

Sejak kejadian itu Datuk Palito Nagari jarang sekali bertamu ke rumah Salmi, untuk bertemu dengan adiknya, Ibu Salmi dan kemanakannya. Hanya sekali-kali saja ketika anjing perburuannya sakit untuk disuntik oleh ayah Salmi yang seorang mentari hewan. Atau ketika anjing perburuan kesayangannya itu perlu diberi obat penambah stamina. Semenjak itu pulalah Salmi tidak diminta lagi oleh Datuk Palito Nagari untuk membawakan doa dalam hajatan kampung, imam shalat tarawih dan memberikan ceramah sebelum shalat tarawih dimulai.

* * *

Dua tahun sudah waktu sudah di lalui Salmi menuntut ilmu agama di universitas Islam. Dua tahun pulalah Salman manyandang gala malin Angku Kapalo Koto Batuah. Pada tahun kedua itulah hubungan Salmi dan Salman mulai retak yang akhirnya untung utuh kembali ketika Salman membantu Salmi untuk suksesnya pernikahan Salmi dengan gadis Riau, Siti Nurfaizah, pujaan hati Salmi di kampus.

Waktu itu malam sudah larut di Surau Serawang Tuo. Mereka hanya berdua, teman-teman mereka yang lain belum juga ingin tidur. Mereka masih hanyut dalam permainan kartu koa, domino, dan cerita sinetron. “Salman, jangan kamu berpegang teguh juga pada ajaran-ajaran guru kita yang disurau dulu. Berdoa pakai kemenyan, bertahlil yang akhirnya menyusahkan orang yang kemalangan, meniliak bulan, dan tidak percaya bumi ini bulat”. Ajak Salmi kepada salman. “Ah itu sudah tradisi kita di kampung ini. Apa tradisi yang diajarkan oleh guru-guru itu yang kita pakai. Jika tradisi itu salah guru yang akan memikul dosa kita nantinya’. Salman mencoba memotong bicara Salmi. “Tapi bukan itu saja, Man. Kamu lihat dalan Kitab Suci surat Annisa ayat 100, Allah berfirman; ”Barang siapa berhijrah di jalan Allah, akan mendapati bumi Allah yang luas dan rezki yang banyak”. Kamu perhatikanlah beberapa orang senior-senior kita telah hijrah, setamat di surau mereka melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, mereka tidak lagi memakai paham tua lagi. Kini mereka telah berhasil menjadi PNS ataupun menjadi pengusaha. Coba bandingkan dengan malin-malin yang masih berpegah teguh kepada paham tua. Ekonomi mereka belum bisa menyejahterakan meraka. Mana mungkin mereka dapat menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi untuk memenuhi tuntutan zaman”. “betul betul betul” sambung Salman sambil mempermaian asap rokoknya membentuk huruf ‘O’, ‘Tapi mereka dengan ilmunya tidak terpakai di nagari ini. Lebih dari itu tidak ada orangtua yg mau mengambil mereka sebagai menantu”.

“Justru itu Man”, Salmi mencoba membela pendapatnya yang juga kelihatan sudah mulai terbawa emosi, “kamu perhatikan berapa luas nagari ini dibandingkan luas daerah yang dapat menerima kehadiran mereka. Mulai dari nagari tetangga, sekecamatan ini, Batusangkar, Payakumbuh, Kota Padang dan wilayah lainnya dapat menerima meraka sebagai khatib dan iman shalat. Selebihnya mereka dapat diterima menjadi guru agama di sekolah-sekolah milik negara. Itu berarti ilmu mereka diterima negara. Bandingkan dengan malin-malin di kampung ini. Mereka kalau memberikan ceramah di nagari tetangga kita saja mungkin mereka dianggap sudah gila. Seakan-akan Allah menjadikan bumi yang luas ini sempit bagi mereka”.

‘Iyalah-iyah”. Jawab Salman dibalik kain tidurnya lalu menguap sebagai tanda keinginan supaya perdebatan dihentikan.

* * *

Pagi ini bumi Allah yang luas terlihat cerah sekali oleh Salmi. Dari jendela pesawat Air Asia Salmi melihat Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur yang terletak di Sepang Negara Bagian Serawak Malaysia. Beberapa menit lagi pesawat yang take off dari Bandar Udara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru ini akan landing di bandar udara yang dibangun dengan dana 3,5 milyar dolar Amerika Serikat.

Salmi membayangkan esokan harinya dia akan diwisuda untuk gelas S3-nya pada Universitas Islam Internasional Malaysia. Matanya berkaca-kaca tanda syukur kepada Allah, yang telah memperuntukkan bumi yang luas buatnya dan rezeki berupa beasiswa, istri yang mendukung perjuangannya selama ini, dan anak yang sehat-sehat dan pintar-pintar. Tak lama lagi Salmi akan memenuhi undangan beberapa universitas Islam dari dalam negeri dan negara sahabat seperti Malaysia, Brunai dan Qatar. Dari beberapa buku yang ditulisnya, Salmi memperoleh honor yang mampu membiayai perjalanan hajinya, istri dan juga kedua orangtuanya.

Tiba-tiba dia ingat Salman, teman-teman sepengajian dan malin-malin di nagarinya. Mereka masih tetap di nagari dan juga masih tetap dengan paham tua. Mereka tetap seperti dulu, ke kebun karet, ke sawah, berdoa ke kuburan, membakar kemenyan, mengantang padi zakat dan memandangi ufuk ketika bulan puasa tiba dan berakhir. Terbayang juga oleh Salmi botol-botol minuman keras dan kondom yang ditemui di tepi telaga. Teringat juga oleh Salmi, orangtua yang memeriahkan pesta perkawinan anak gadisnya dengan organ tunggal, yang terlebih dahulu telah dizinai oleh teman sekolahnya. Nanti-nantinya juga akan menjadi tradisi nagari. Tampak di sudut mata Salmi dua butir air mata mulai menetes ke pipinya.o

Senin, 15 Februari 2010

Kiat Hadapi UN

Doa merupakan senjata orang-orang yang beriman. Begitu bunyi hadits nabi. Banyak petunjuk dari Nabi bagaimana cara dan usaha diterimanya doa oleh Allah SWT.
Di dalam Alquran scara tersirat didengarnya doa seorang muslim ditandai dengan turunnya berkah adalah berikut ini:

“Dan sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi”.
(Al A’raf: 163)

Doa seorang muslim akan cepat dijawab Allah SWT bila ia berdomisili atau menjadi penduduk suatu negeri, kota, atau negara yang penduduknya mentaati Allah SWT dan RasulNya. Tidak melakukan bidah, syirik, juga tidak percaya pada tahyul. Dan penduduknya mengikuti sunah rasul bukan fanatik/taklik buta terhadap ulama-ulama tertentu.
Pada ayat yang lain agar apa yang kita panjatkan diterima Allah SWT, seorang muslim semesti mengetahui asal usul atau hakikat yang menjadi isi dari permohonannya itu. Seperti Nabi Nuh AS yang memohon keselamatan anaknya dari air bah kepada Allah SWT padahal dia sendiri tidak mengetahui bahwa anaknya seorang yang ingkar. Seperti dalam doanya.

“Ya Allah. Sesungguhnya aku brlindung kepoadaMu untuk
memohon kepadaMu sesuatu yang tidak aku ketahui hakikatnya”.
(Hud: 47)

Dari kedua ayat tersebut di atas, melihat cara beribadah dan berakhlak penduduk nagari Taluak, apakah pelajar-pelajarnya hidup di nagari yang penduduknya taat kepada Allah SWT dan menegakkan sunah nabi? Karena kealpaan penduduknyalah pelajar-pelajar Taluk harus berjuang lebih keras lagi untuk berprestasi di sekolah ataupun di kampus bagi yang kuliah. Contoh lain prestasi olahraga. Nagari Taluk yang memiliki empat lapangan bola kaki ini dan juga peminat bola kaki yang banyak dari mulai anak-anak hingga orang jompo, tapi dimana prestasi sepak bolanya?. Dari dulu siapa pemuda Taluk yang bermain untuk Semen Padang?. Di daerah lain yang kurang potensinya, tapi kenapa sepak bolanya berprestasi?. Di sinilah keberkahan Tuhan bermain.
Begitu juga ayat Alquran selanjutnya. Sampai di mana pelajar-pelajar Taluak mengetahui tentang amburadulnya pendidikan negara ini. Sistem pendidikan yang hanya menghasilkan manusia-manusia bermental ‘copy paste’. Apakah orangtua-orangtua mereka, tetangga-tetangga mereka mengerti tentang UN. Bagaimana akibat negatif dari ujian yang bersifat pilahan ABCD bagi otak anak sekolah?.
Dari keadaan seperti itulah Forum Sarjana Islam Taluak mengadakan training agar pelajar Taluak sukses dalam belajar. Memberikan pengetahuan tentang hakikat UN (seperti yang terlihat dalam blog remarta: www.remataluak.blogspot.com). Selain itu mendatangi rumah-rumah pelajar Taluak untuk memberikan salam. Karena ketika kami mengucapkan ‘Assalamualaikum’ itu kami telah mendoakan seisi rumah agar diberkahi Allah SWT.

Profil Remaja Masjid Raya Taluk

Remaja Masjid Raya Taluak, sering juga ditulis remaja Islam Taluk, pendiriannya dipelopori oleh Feri Harbeni, S.EI. lulusan S1 Ekonomi Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Batusangkar. Sebelum membentuk Remaja Masjid Taluk, Feri Harbeni bersama Rafdi, S.Ag. lulusan S1 Pendidikan Islam IAIN Padang, mendahuluinya dengan membentuk TISF (the Taluak Islamic Scholar Forum) atau Forum Sarjana Islam Nagari Taluak. Pada tanggal 8 juni 2008 di masjid raya Taluak dibentuklah kepengurusan organisasai Remaja Islam Taluak. Delfi Adri sebagai ketuanya, Mustafa Ardi sebagai wakilnya dengan anggota Ulfa Husna, Revita Marlina, Suci Ramadhani, Syafri Fanda, Wardiantono, Rendi Samora, Arwita Putri Utami, Septi Sukma Setia dll. Organisasi Remarta terbuka bagi siapa saja pemuda Taluak yang masih usia sekolah.
Organisasi Remarta tidak mempunyai hubungan dengan organisasi massa manapun seperti partai politik. Juga tidak mengikuti aliran Islam manapun seperti tarekat Satariah, Qadariah, dan berbagai jaringan Islam seperti Islam Liberal, Jamaah Tabligh, Muhammadiyah, Salafiah, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir. TISF hanya fokus memberikan materi Islam yang bersifat membangun mental pemuda, meningkatkan potensinya, dan mempertebal rasa Ukhwah Islamiyah, persaudaraan seagama Islam.
Pada hari itu juga ditentukan Remarta (Remaja Masjid Raya Taluak) sebagai nama organisasi. Remarta dibina oleh TISF sedangkan pengurus masjid raya Taluk berfungsi sebagai pelindung. Dalam setiap kegiatannya, Remarta tidak melakukannya di masjid raya Taluak saja tetapi di tempat lain seperti di gedung sekolah dan objek wisata.

Minggu, 14 Februari 2010

Bukan Sandiwara Cinta

Suatu hari Rafdi, satu-satunya sarjana agama Islam nagari yang beristrikan orang Taluak, bertanya kepada Feri Harbeni. “Kenapa pemuda Taluak yang berpendidikan tinggi, berwawasan luas, apalagi yang tamatan IAIN memilih gadis daerah lain dijadikan istri, apakah tidak ada gadis Taluak yang menarik hati mereka?”. Untuk menerangkannya Feri Harbeni meminta Rafdi untuk melakukan sebuah sandiwara. “Buya”, kata Feri Harbeni,” di SLTP Koto Panjang, tempat Buya mengajar ada seorang siswi bernama Putri Ramadhani. Sampaikan salam dari Feri Harbeni untuknya”. Beberapa hari kemudian bertemulah Feri Harbeni dengan Rafdi. “Bagaimana hasilnya, Buya ?”, Tanya Feri Harbeni.” Salam telah saya sampaikan, dia membalasnya dengan memberikan sebuah tasbih untuk berzikir”, jawab Rafdi. “Buya tahu arti semua ini?”, Tanya Feri Harbeni lagi. “Tidak tahu!”. “ Putri Ramadhani sebelumnya telah mengetahui bahwa saya sarjana agama Islam. Dia tahu bahwa sarjana-sarjana Islam itu sehabis shalat zikirnya panjang”. Jawab Feri Harbeni. “ Apa hubungannya tasbih dengan gadis Taluk?”, Tanya Rafdi yang masih belum mengerti juga. “Tasbih gunanya untuk berzikir, mengingat Allah. Kalau yang dipakai untuk berzikir itu tasbih hadiah dari seorang gadis yang ingat bukan Allahnya tapi gadisnya”. “Betul .. betul..betul..”, kata Rafdi kayak Ipin saja. Begitulah sandiwaranya. Bagaimana dengan gadis-gadis Taluak?. Mereka kebanyakan, tapi tidak semuanya berinteraksi dengan semua tipe dan latar belakang pendidikan pemuda dengan cara-cara yang bertolak belakang dari cara-cara gadis dari nagari Tigo Jangko di atas. Minim kecerdasan emosi kebanyakan sensualitasnya. Bagaimana gadis-gadis Taluk ‘bersaing’ nantinya di kampus-kampus bagi yang kuliah, atau di kota-kota bagi yang kerja. Jika unsur-unsur sensualitas yang dipergunakan oleh anak gadisnya dapat dibayangkan seperti apa sumondo-sumonda urang Taluak, hanya laki-laki peduli urusan perut dan kelamin minus kepeduliannya terhadap urusan umat dan Islam, walaupun mereka bertitel sarjana, pegawai, ataupun sebagai aparat keamanan.

Bukan Sandiwara Cinta

gfg